Beranda | Artikel
Antara Kenyataan dan Pengakuan Mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
Jumat, 1 Februari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Taslim

Antara Kenyataan dan Pengakuan Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. dalam pembahasan Kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah karya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 10 Jumadal Awwal 1440 H/ 17 Januari 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah

Status program kajian kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Kamis pagi, pukul 07:00 - 08:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Menegakkan Keadilan Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

Kajian Islam Ilmiah Tentang Menegakkan Keadilan Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala – Kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah

Kemarin kita masih dipembahasan tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di surah An-Nisa’ ayat 135 tentang kewajiban untuk berlaku adil dan tidak memperturutkan hawa nafsu yang memalingkan manusia dari sikap adil yang sesuai dengan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemudian di akhir ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ancaman orang yang berpaling dari petunjukNya, dari petunjuk yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِن تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa`[4]: 135)

Ini ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang sikap berpaling dari petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Baik meninggalkannya sama sekali atau menyelewengkan maknanya agar mencocoki keinginan hawa nafsu.

Inilah pembahasan kita dikesempatan kali ini. Kita akan membaca keterangan Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah Ta’ala untuk kita ambil pelajaran dari ayat yang sangat agung ini yang akan meluruskan dan membenarkan sikap kita bagaimana seharusnya ketika kita berhadapan dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan petunjuk RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar petunjuk ini benar-benar menjadi petunjuk dan pembimbing kebaikan bagi manusia.

Kata Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala tentang ayat ini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dua sebab yang akan melahirkan sikap menyembunyikan atau menutupi kebenaran.

Dua sebab atau dua penyakit inilah yang menjadikan manusia akan menyembunyikan kebenaran. Bahkan bukan hanya tidak mau mengikutinya, dia sengaja untuk mengesankan kebenaran tersebut tidak ada. Allah menyebutkan ini untuk mengingatkan kita agar menjauhinya. bahkan mengancam orang yang melakukannya.

Ada orang yang menyembunyikan kebenaran dengan cara sengaja. Sama sekali tidak mau berpegangan teguh dengannya, sama sekali tidak mau mengamalkannya, ada juga orang yang seolah-olah berpegang dengannya tapi diselewengkan maknanya sesuai dengan keinginannya.

Dan jika kamu menyelewengkannya atau berpaling darinya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan.

Sesungguhnya kebenaran itu ketika telah nampak argumentasinya, tapi ada orang yang ingin berpaling darinya, tetap masih punya penyakit hati dan tidak ingin mengikutinya. Orang yang ingin menolak kebenaran ini tidak mendapatkan jalan, tidak mendapatkan cara untuk membantahnya, maka dia akan berpaling darinya dan tidak mau menyebutkannya seolah-olah dia tidak ada. Maka dalam hal ini dia menjadi setan yang bisu. Setan yang mendiamkan kebenaran.

Dikesempatan lain dia akan menyelewengkan dan berubah maknanya. Dia tidak bisa menolaknya terang-terangan. Maka seolah-olah dia menetapkan lafadznya tapi dia menyelewengkan kandungan maknanya. Subhanallah, inilah penyakit yang ada pada diri manusia ketika berpaling dari kebenaran.

Kalau ada orang yang mungkin menolaknya secara terang-terangan, kita akan tahu dia ini adalah orang yang tidak mau menerimanya. Tapi perkara yang kedua ada orang yang seolah-olah dia menetapkan lafadznya, seolah-olah dia menyebutkan dalilnya tapi ternyata dia menyelewengkan untuk disesuaikan dengan keinginan hawa nafsunya dan itulah yang diamalkan dan dibelanya seolah-olah dia membela kebenaran tersebut.

Ini adalah permasalahan yang perlu kita fahami dan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan petunjuknya yang sempurna menjelaskan akan hal ini di dalam ayat Al-Qur’an tersebut.

Jenis-Jenis Penyelewengan Makna

Menyelewengkan atau merubah maknanya ada dua macam. Ada yang menyelewengkan dengan merubah lafadz dan ada juga yang merubah makna.

Yakni ada orang yang misalnya dia menyebutkan betul seperti ini ayatnya. Tapi maksudnya adalah seperti ini. Berarti dia menyelewengkan maknanya. Ada lagi yang dengan sengaja dia merubah lafadznya sekaligus untuk menunjukkan makna yang sesuai dengan keinginan mereka.

Pertama, merubah lafadz. Kita ingat ketika ada sekelompok orang-orang Yahudi yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian mengucapkan salam dengan lafadz yang sangat sangat jauh berbeda dengan salam. Mereka mengucapkan:

السَّامُ عَلَيْكَ

“assaamu ‘alaik’ (kebinasaan bagimu)”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

وَعَلَيْكُمْ

“dan bagi kalian.” (HR. Bukhari)

Adapun penyelewengan dalam hal lafadz (ucapan) adalah dengan seseorang melafadzkan satu kalimat dengan segi yang tidak menunjukkan makna yang benar. Bisa dengan menambah lafadznya atau menguranginya atau mengganti lafadznya sekaligus dengan lafadz yang lain.

Atau mungkin dengan cara menyelewengkan, membelokkan ketika cara mengucapkannya. Jadi seolah-olah dia mau mengucapkan lafadz yang benar, tapi cara pengucapannya dipelesetkan. Dengan dia mengesankan kepada orang yang mendengarkan satu lafadz, padahal yang dia maksud adalah selain itu.

Contoh seperti ucapannya orang-orang Yahudi yang menyelewengkan atau membengkokkan lisan mereka ketika mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ini seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari Muslim dari Aisyah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anha. Ketika mereka mengatakan السَّامُ عَلَيْكَ “kebinasaan bagimu”. Terkesan seolah-olah mereka mengucapkan salam, padahal tujuannya adalah kalimat-kalimat yang buruk, na’uzubillahiminzalik. Ini terjadi pada diri orang-orang yang sengaja menentang kebenaran tapi dia ingin menempatkan seolah-olah dia menerimanya.

Ini adalah salah satu dari dua jenis penyelewengan dalil.

Kedua, menyelewengkan maknanya. Ingat ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan isi dalam Al-Qur’an, berarti ada pelakunya.

Kita harus ambil kaidah ini. Setiap Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan satu peringatan, melarang satu perbuatan yang dilarang dalam Al-Qur’an, berarti pasti ada orang melakukannya. Karena tidak mungkin Allah memperingatkan sesuatu yang tidak ada wujudnya pada kenyataan.

Makanya Allah ingatkan bahkan perbuatan ini diancam dengan ancaman yang keras. Menunjukkan bahwa ini adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Makanya diperingatkan dengan peringatan yang keras seperti ini.

Menyelewengkan makna yaitu menyelewengkannya, menyimpangkannya, membawakan makna satu perkataan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang menyampaikannya. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yang menyampaikan dalil. Kemudian orang ini membawakannya kepada makna yang berbeda dengan keinginan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Atau membawanya kepada makna yang tidak diinginkan kepada makna yang tidak benar. Atau menggugurkan, mengurangi darinya sebagian dari makna yang diinginkan dan yang semisal dengan itu, yang termasuk dalam kategori menyelewengkan makna.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di ayat ini, surat An-Nisa’ ayat 135 ini:

…وَإِن تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا…

Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa`[4]: 135)

Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan akan ada orang-orang yang menyelewengkan dalil, karena ketika turun dalil yang menyelisihi keinginan hawa nafsunya atau pemahaman sebagian orang, harusnya kita sikapi dengan tunduk, kita sikapi dengan menyelisihi keinginan hawa nafsu kita. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan di dalam Al-Qur’an:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا ﴿٢٤﴾

Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.” (QS. Al-Insan[76]: 24)

Simak penjelasannya pada menit ke – 14:08

Download dan Sebarkan mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Menegakkan Keadilan Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala – Kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46536-antara-kenyataan-dan-pengakuan-mencintai-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam/